KEMBANG API


Rabu, 15 April 2015

masalah ikterus



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Banyak bayi yang mengalami icterus dalam satu minggu pertama kehidupannya, terutama pada bayi kecil (berat lahir<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu). Pada gangguan nafas terbagi menjadi beberapa bagian yaitu gangguan nafas berat, gangguan nafas sedang, gangguan nafas ringan. Pada bayi yang mengalami kejang dapat terjadi tidak sadar dan dapat di sebabkan oleh asfiksia neonatorum, hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah pada susunan syaraf. Sedangkan infeksi neonatal meliputi dugaan sepsis yang dapat terjadi pada bayi yang berumur sampai dengan tiga hari dan bayi berumur lebih dari tiga hari.pada tetanus diberikan terapi dan perawatan lanjut bayi tetanus sedangkan pada blenore merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir dan penyebab oftalmia neonatorum adalah gonococ, chlamydia, dan staphylococ.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara penanganan ikterus?
2.      Bagaimana cara penanganan gangguan nafas?
3.      Bagaimana cara penanganan kejang?
4.      Bagaimana cara penangan infeksi neonatal?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara penanganan ikterus.
2.      Untuk mengetahui cara penanganan gangguan nafas.
3.      Untuk mengetahui cara penanganan kejang.
4.      Untuk mengetahui cara penanganan infeksi neonatal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 IKTERUS
Banyak bayi yang mengalami icterus dalam satu minggu pertama kehidupannya, terutama pada bayi kecil (berat lahir<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu). Meskipun demikian, sebagian besar icterus tidak membahayakan.
MASALAH
Bayi dengan icterus
      TEMUAN
1.      Kaji ulang temuan anamnesis dan pemeriksaan (Tabel A-2) dan dapatkan tambahan informasi berikut untuk menentukan kemungkinan diagnosis.
2.      Tanya:
a.    Apakah ibu memiliki riwayat melahirkan anak dengan ikterus
b.    Golongan darah ibu dan ayah
c.    Apakah ada riwayat icterus hemolitik, defisiensi glucose-6-fosfat dehydrogenase (G6PD), atau inkompatibilitas factor rhesus atau golongan darah ABO pada kelahiran sebelumnya
d.   Apakah ada riwayat pada keluarga yang menderita anemia, pembesaran hati atau limpa.
3.      Gunakan table A-9 untuk memperkirakan berat ringannya icterus. Amati icterus pada siang hari dengan sinar lampu yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu dan bias tdak terlihat dengan penerangan yang kurang.  Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan:
a.       Hari 1, tekan pada ujung hidung atau dahi
b.      Hari 2, tekan pada lengan atau tungkai
c.       Hari 3 seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.


Tabel A-9 Perkiraan Klinis derajat ikterus
Usia
Ikterus terlihat pada
Klasifikasi
Hari 1
Setiap ikterus terlihat ᵃ

Ikterus berat

Hari 2
Lengan dan tungkai ᵇ
Hari 3 dan seterusnya
Tangan dan kaki
a.     Bila ikterus terlihat dibagian mana saja dari tubuh bayi pada hari 1.     Menunjukkan kondisi bayi sangat serius.
b.    Bila ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai tangan dan kaki pada hari 2, menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungki, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.         
2.1.1 MANAJEMEN AWAL IKTERUS
A.  Mulai dengan terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus dini atau kemungkinan Ikterus Berat (Tabel A-9).
B.  Ambil sampel darah bayi dan periksa kadar bilirubin, bila kemungkinan:
1)   Tentukan apakah bayi memiliki salah satu faktor resiko (berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu, hemolysis atau sepsis)
2)   Bila kadar bilirubin serum di bawah kadar yang memerlukan terapi sinar, (lihat tabel F – 10) hentikan terapi sinar.
3)   Bila kadar bilirubin serum sesuai atau diatas kadar yang memerlukan terapi sinar, lanjutkan terapi sinar.
C.  Bila ada riwayat ikterus hemolisis, atau inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah bayi ABO pada kelahiran sebelumnya:
1)   Ambil sampel darah bayi dan ibu dan periksa kadar hemoglobin, golongan darah bayi dan tes Coombs
2)   Bila tidk ada bukti faktor Rh atau golongan darah ABO sebagai penyebab hemolysis, atau bila ada riwayat keluarga defisiensi G6PD, lakukan pemeriksaan G6PD bila memungkinkan.
D.  Bila hasil pemeriksaan kadar bilirubin dan tes lain telah diperoleh, tentukan kemiungkinan diagnosisnya (Tabel F 11).
Tabel A-10 Penanganan ikterus berdasarkan kadar bilirubin serum
Usia
Terapi sinar
Transfusi tukarᵃ

Bayi sehat
Faktor risiko
Bayi sehat
Faktor risiko

mg/dL
µmol/L
mg/dL
µmol/L
mg/dL
µmol/L
mg/dL
µmol/L
Hari 1
Setiap ikterus yang terlihatᵇ
15
260
13
220
Hari 2
15
260
13
220
19
330
15
260
Hari 3
18
310
16
270
30
510
20
340
Hari 4 dst
20
340
17
290
30
510
20
340
a.       Prosedur transfusi tukar lihat bagian III tentang prosedur transfusi tukar
b.      Ikterus yang terlihat pada bagian tubuh mana saja pada hari 1, perlu dilakukan terapi sinar sesegera mungkin. Jangan menunda terapi sinar sampai diperoleh hasil pemeriksaan kadar bilirubin.





2.1.2 DIAGNOSIS BANDING
Tabel A-11 Diagnosis banding Ikterus
Temuan
Anamnesis
Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang atau diagnosis lain yang sudah diketahui
Kemungkinan diagnosis
-          Ikterus tidak timbul saat lahir, tapi timbil <24 jam
-          Pucat saat lahir
-          Inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah ABO atau defisiensi G6PD pada kelahiran sebelumnya
-          Riwayat keluarga dengan defisiensi G6PD, ikterus, anemia, pembesaran hati dan pembengkakan limpa
-          Ikterus berat
-          Pucat
-          Edema menyeluruh
-          Hb<13g/dL (Ht<40%)
-          Tes Coombs (+)
-          Inkompatibilitas Golongan Darah ABO atau faktor Rhesus antara ibu dan bayi
Ikterus hemolitik
-          Timbul pada hari ke 2-5
-          Ikterus berat
-          Bayi kecil (berat lahir <2500 gram atu umur kehamilan < 37 minggu)

Ikterus pada prematuritas
-          Timbul pada hari ke 2-7
-          Ikterus berat
-          Sepsis
Ikterus karena sepsis (tangani sepsis dan bila perlu lakukan terapI sinar)
-          Timbul pada hari kedua atau kurang
-          Timbul ensofalopati pada hari ke 3-7
-          Diagnosis & penanganan ikterus berat yang lambat

-          Ikterus berat
-          Kejang
-          Opistolonus
-          Tes Coombs (+)
Bilirubin ensefalopati (kernicterus)
-          Ikterus berlangsung > 2 minggu (bayi aterm) atau > 3 minggu (bayi preterm)

-          Ikterus
-          Air kencing berwarna gelap Feses tampak pucat
-          Bilirubin direk meningkat
-          Ikterus berkepanjangan (“prolonged jaundice”)
a.       Diagnosis pada kolom sebelah kanan tidak dapat ditegakkan apabila temuan yang ci cetak tebal tidak    dijumpai pada bayi. Adanya temuan yang di cetak tebal, juga tidak menjamin diagnosis tegak. Diagnosis di tegakkan hanya bila didapat temuan yang dicetak miring. Temuan lain yang dicetak tegak merupakan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis, tetapi bila tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis.


2.1.3        MANAJEMEN SPESIFIK
A.  IKTERUS HEMOLITIK
Ikterus hemolitik pada bayi baru lahir sering disebabkan inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah ABO antara ibu dan bayi atau karena defisiensi G6PD pada bayi.
Terapi disesuaikan dengan penyebab, sebagai berikut:
1)   Bila kadar bilirubin serum sesuai indikasi untuk dilakukan terapi sinar, lakukan terapi sinar.
2)   Bila memungkinkan dirujuk untuk transfusi tukar:
a)    Rujuk bayi bila kadar bilirubin bayi mendekati angka untuk dilakukan transfusi tukar (Tabel A-10), Hb < 13 g/dL (Ht <40%) dan tes Coombs (+)
b)   Bila kadar bilirubin tidak dapat diperiksa dan tidak dimungkinkan untuk melakukan tes Coomb, rujuk bayi bila ikterus dimulai pada hari 1 dan Hb < 13 g/dL (Ht < 40%)
c)    Bila bayi akan dirujuk untuk transfusi tukar:
-       Lakukan persiapan untuk merujuk
-       Kirim sampel darah ibu dan bayi
-       Jelaskan kepada ibu kenapa bayi mengalami ikterus, mengapa perlu dirujuk dan pengobatan yang akan diberikan kepada bayinya.
3)   Nasehati ibu:
a)    Bila penyebab ikterus adalah inkomtabilitas faktor Rh, yakinkan ibu sudah mendapatkan konseling tentang kehamilan berikutnya
b)   Bila bayi dengan defisiensi G6PD, beri nasehat pada ibu tentang hal-hal yang harus dihindari untuk mencegah krisis hemolysis pada bayi (contoh: anti malaria, obat golongan Sulfa, aspirin dan lain-lain).
4)   Bila Hb < 12g/dL (Ht <36%), beri transfusi darah
5)   Setelah terapi sinar dihentikan:
a)    Pantau bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan kadar bilirubin, bilamemungkinkan atau perkiraan ikterus dengan menggunakan perkiraan klinik
b)   Bila timbul ikterus lagi dan mencapai kadar untuk dilakukan terapi sinar, ulangi kembali terapi sinar dalam waktu yang sama seperti sebelumnya
c)      Ulangi langkah ini setiap kali terapi sinar dihentikan, sampai dapat dipastikan atau diperkirakan kadar bilirubin di bawah batas untuk dilakukan terapi sinar.
6)   Bila ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu dan kencing berwarna gelap atau feses berwarna pucat, lakukan penanganan untuk ikterus berkepanjangan.
7)   Lakukan tindak lanjut setelah bayi dipulangkan dari rumah sakit dengan mengukur Hb setiap minggu selama 4 minggu. Bila Hb< 10 g/dL (Ht < 30%) beri transfusi darah.

B.     IKTERUS PADA PREMATURITAS
1.      Bila kadar bilirubin serum sesuai indikasi untuk dilakukan terapi sinar, lanjutkan terapi sinar.
2.      Bila bayi berusia kurang dari 3 hari saat terapi sinar dihentikan, pantau I;kterus untuk 24 jam berikutnya.
3.      Bila ikterus setelah 3 minggu dan kencing berwarna gelap atau feses berwarna pucat, lakukan penanganan untuk ikterus berkepanjangan.

C.    IKTERUS BERKEPANJANGAN
1.      Bila ikterus menetap setelah 2 minggu pada bayi cukup bulan atau 3 minggu pada bayi premature.
a)    Hentikan terapi sinar


b)   Bila feses bayi berwarna pucat atau kencing berwarna kuning gelap, lakukan persiapan untuk merujuk bayi ke rumah sakit rujukan tingkat III atau dengan fasilitas pelayanan spesialis untuk pemantauan selanjutnya, bila kemungkinan.
2.      Bila ibu dengan tes Sifilis (+), berikan terapi pada bayi untuk sifilisi kongenital.

D.    ENSEFALOPATI BILIRUBIN (KERNIKTERUS)
Bila ikterus berat tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kerusakan pada otak bayi. Tanda kerusakan otak diawali dengan letargi, layuh dan malas minum. Setelah beberapa hari, bayi akan menjadi hipertonik dan berkembang menjadi opistotonus, tangisan melengking, dan dapat terjadi kejang. Pada stadium akhir dapat terjadi lunglai dan malas minum. Pada keadaan ini, sulit menentukan apakah hal ini merupakan tanda dari ikterus berat atau dari penyakit lain. Oleh karena itu, ikterus harus selalu ditangani de gan baik apalagi bila ada kecurigaan ensefalopati bilirubin:
1.    Bila kapan saja terjadi kejang, tangani kejang.
2.    Lanjutkan terapi sinar sampai kadar bilirubin serum dibawah batas kadar indikasi terapi sinar (Table A-10)
3.    Diskusikan dengan keluarga tentang kondisi bayi:
a)    Jelaskan mengenai manfaat dilakukan transfuse tukar dan prognosis bayi
b)   Beri kesemaptan keluarga untuk memutuskan bila perlu dilakukan transfuse tukar
c)    Bila keluarga menginginkan dilakukan transfusi tukar, lakukan persiapan untuk merujuk dan rujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau dengan fasilitas pelayanan spesialis.
d)   Berikan penjelasan kepada keluarga tentang kemungkinan terjadinya kecacatan menetap dan berikan dukungan emosional
e)    Rencanakan tindak lanjut untuk jangka panjang karena risiko terjadi maslah perkembangan bayi

2.1.4        TERAPI SINAR
A.  MENYIAPKAN ALAT TERAPI SINAR

1.      Pastikan penutup atau pelindung diletakkan pada posisi yang benar. Hal ini untuk mencegah agar bayi tidak terluka bila tiba-tiba lampu pecah, serta melindungi dari bahaya sinar ultraviolet.
2.    Hangatkan ruangan dimana unit itu berada sehingga suhu di bawah lampu 28°C - 30°C.
3.    Nyalakan tombol alat dan periksa apakah seluruh lampu fluoresens menyala dengan baik.
4.    Ganti lampu fluoresens bila terbakar atau mulai berkedip-kedip:
a)    Catat tanggal kapan lampu mulai dipasang dan hitung total durasi penggunaan lampu
b)   Ganti lampu setiap 2000 jam atu setelah pengunaan 3 bulan, walaupun lampu masih menyala.
5.    Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, dan letakkan tirai putih mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin kea rah bayi.

B.  PEMBERIAN TERAPI SINAR
1.   Letakkan bayi di bawah lampu terapi sinar (Gambar A-12):
a.    Bila berat badan bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang di boks bayi. Bayi yang lebih kecil diletakkan dalam incubator.
b.    Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan mata tidak menutupi lubang hidung. Jangan gunakan plester untuk memfiksasi penutup.


Description: D:\bicential man\8259697_s.jpg

2.   Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk atau manual dari pabrik pembuatan alat.
3.   Ubah posisi bayi tiap 3 jam.
4.   Pastikan bayi siap diberi minum:
b.    Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, setiap 3 jam:
1)   Pindahkan bayi dari alat terapi sinar selama diberi minum dan lepas penutup matanya.
2)   Tidak peerlu menambah atau mengganti ASI dengan air, dekstrosa atau formula.
c.    Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative pemberian minum. Selama dilakukan terapi sinar, naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 mL/kgBB.
d.   Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10% selama bayi dilakukan teapi sinar.
e.    Bila bayi mendapatkan cairan IV, atau diberi minum melalui pipa lambung. Bayi tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.
5.   Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi bisa menjadi cair dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak memerlukan terapi khusus.
6.   Lanjutkan pengobatan dan pemeriksaan lain:
a.    Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar hanya bila akan dilakukan tindakan yang tidak dapat dikerjakan di bawah lampu terapi sinar.
b.    Bila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi untuk mengetahui sianosis sentral.
7.   Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam.
8.   Periksa kadar bilirubin serum tiap 12 jam:
a.    Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun di bawah batas untuk dilakukan terapi sinar (Tabel A-10) atau 15 mg/dL (260 µmol/L).
b.    Bila kadar bilirubin serum mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar (Tabel A-11), bila memungkinkan segera rujuk ke rumah sakit rujukan atau dengan fasilitas pelayanan spesialis untuk dilakukan transfusi tukar. Lakukan persiapan untuk merujuk dan kirim juga sampel darah ibu dan bayi.
9.   Bila bilirubin serum tidak dapat diperiksa:
a.    Bila bayi kecil (berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan < 37 minggu) atau sepsis, hentikan terapi sinar setelah 3 hari;


Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.


C.  PEMULANGAN
1.   Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
2.   Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu untuk kembali bila terjadi ikterus lagi.

2.2 GANGGUAN NAFAS
BAB ini membahas bayi baru lahir yang bernafas spontan tetapi mengalami gangguan nafas atau bernafas cepat.
Segera lakukan resusitasi pada bayi baru lahir, apabila bayi:
1.    Tidak bernafas sama sekali, walaupun dirangsang, atau
2.    Megap-megap, atau
3.    Bernafas kurang dari 20 kali/menit.
MASALAH
1.    Frekuensi nafas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukan satu atau lebih tanda tambahan gangguan nafas.
2.    Frekuensi nafas baik kurang 30 kali/menit.
3.    Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
4.    Bayi apnea (nafas berhenti lebih 20 detik).
MANAJEMEN UMUM
1.    Beri oksigen dengan kecepatan sedang
2.    Jika bayi mengalami apnea:
a.    Bayi dirangsang dengan menguap dada atau punggung bayi
b.    Bila bayi tidak mulai bernafas atau mengalami sianosis sentral, nafas megap-megap, atau denyut jantung menetap kurang dari 100 kali/menit, lakukan resusitasi dengan memakai balon dan sungkup.
c.    Kaji ulang temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (A-2).
d.   Periksa kadar glucose darah. Bila kadar glucose kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/L), tangani sebagai hipoglikemia.
e.    Berikan perawatan selanjutnya dan tentukan manajemen spesifik menurut jenis gangguan nafasnya.
f.     Tentukan apakah gangguan nafas berat, sedang atau ringan (Tabel A-5) dan tangani seperti tersebuit di bawah:
Tabel A-5 Klafikasi gangguan nafas
Frekuensi nafas

Gejala tambahan gangguan nafas
klasifikasi
> 60 kali/menit



Atau >90 kali/menit


Atau <30 kali/menit
DENGAN



DENGAN



DENGAN atau TANPA
Sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekpirasi.
Sianosis sentral atau tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi.
Gejala lain dari gangguan nafas.
Gangguan nafas berat
60-90 kali/menit



Atau >90 kali/menit.
DENGAN tetapi

TANPA

TANPA
Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi.
Sianosis sentral.

Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral.
Gangguan nafas sedang
60-90 kali/menit
TANPA
Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral.
Gangguan nafas ringan
60-90 kali/menit
DENGAN tetapi
TANPA
Sianosis sentral.

Tarikan dinding dada atau merintih.
Kelainan jantung kongenital.

2.2.1 MANAJEMEN SPESIFIK
A.  GANGGUAN NAFAS BERAT.
Semakin nafas bayi, kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil (berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan kurang 37 minggu) gangguan nafas sering memburuk dalam waktu 36 minggu 48 jam pertama, dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
1.      Teruskan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi, lihat terapi oksigen).
2.      Tangabni sebagai kemungkinan terbesar sepsis.
3.      Bila bayi menunjukan tanda perburukan atau terdapat sianaosis sentral, naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100 %, bila kemungkian segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau yang ada fasilitas dan mampu menggunakan ventilator mekanik.
4.      Jiuka gangguan nafas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung unuk mengosongkan cairan lambng atau udara.
5.      Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan.
6.      Jika bayi mulai menunjukan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik).
a.    Kurangi pemberian O2 secara bertahap.
b.    Mulailah pemberian ASI pras melalui pipa lambung
c.    Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu, jika bayi tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberisn minum.
7.      Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
a.       Frekuensi nafas
b.      Adanya tarikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi
c.       Episode apnea.
8.      Periksa kadar glukose darah sekali sehari sampai setengah kebutuhan minum dapat di penuhi sec ara oral.
9.      Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 selama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

B.  GANGGUAN NAFAS SEDANG
1.    Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang
2.    Bayi jangan diberikan minum
3.    Jika ada tanda berikut, ambil sample darah untuk kultur dan berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis:
a.    Suhu aksiler <34ºc atau >39ºC.
b.    Air ketuban bercampur mekonium.
c.    Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi beratatau ketuban pecah dini (> 18 jam).
4.    Bila suhu aksiler 34 -36,5ºC atau 37,5 -39ºC tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam.
a.    Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, ambil sample darah, dan berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
b.    Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal, ulangi tahapan tersebut di atas.
5.    Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
6.    Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang):
a.    Kurangi terapi O2 secara bertahap.
b.    Pasang pipa lambung, berikan ASI peras tiap 2 jam
c.    Apabila tidak diperlukan lagi pembelian O2, mulailah melatih bayi menyusu. Bila bayi tak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara alternative pemberian minum.
7.    Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

C.  GANGGUAN NAFAS RINGAN
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan nafas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “transient tachypnea of the newborn”. (TTN), terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan nafas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
1.    Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2.    Bila dalam pengamatan gangguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang atau berat seperti tersebut di atas.
3.    Berikan ASI bila bayi mampu menghisap,. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative pemberian minum.
4.    Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara 30-60 kali/menit.
5.    Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antara 30-60 kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan.

D.  KELAINAN JANTUNG KONGENITAL
Bayi dengan kelainan jantung congenital sering mengalami sianosis sentral walaupun telah mendapat O2 100%. Bayi mungkin tidak mempunyai tanda gangguan nafas selain nafas cepat. Suara bising dapat terdengar, tetapi diagnosis biasanya ditegakan dengan menyingkirkan diagnosis lain.
1.    Berikan O2 pada kecepatan aliaran maksimal.
2.    Berikan ASI ekslusif. Bila tidak dapat, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara alternative pemberian minum.
3.    Bila memungkinkan, rujuk ke rumah sakit rujukan atau pusat pelayanan spesialis untuk terapi definitive.

E.  APNEA
Pada beberapa bayi dapat mengalami periode apnea yang cukup lama yang bisa menyebabkan sianosis sentral atau frekuensi jantung <80 kali/menit. Apnea merupakan masalah umum pada bayi sangat kecil (berat lahir <1500 gram atau umur kehamilan <32 minggu) tetapi dapat juga merupakan salah satu gejala sepsis.
1.    Amati bayi secara ketat terhadap periode apnea berikutnya dan bila perlu rangsang pernafasan bayi dengan menguap dada dan punggung. Bila gagal, lakukan resusitasi dengan balon dan sungkup.
2.    Bila bayi mengalami episode apnea lebih dari sekali, sampai membutuhkan sesusitasi tiap jam:
a.    Jangan member minum. Pasang jalur IV kebutuhan rumatan per hari.
b.    Bila bayi tidak mengalami episode apnea dan tidak memerlukan resusitasi selama 6 jam, bayi diperbolehkan menyusu. Bila tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan salah satu cara alaternatif pemberian minum.
3.    Lakukan perawatan lekat atau kontak kulit bayi dan ibu bila memungkinkan. Dengan cara ini serangan apnea bayi berkurang dan ibu dapat mengamati bayi secara ketat.
4.    Ambil sample darah untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas dan berikan antibiotika untuk penanganan kemungkinan besar sepsis.
5.    Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari.
6.    Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika tak ada serangan apnea selama 7 hari, bayi minum dengan baik dan tak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat di pulangkan.
7.    Untuk bayi sangat kecil (berat lahir <1500 gram atau umur kehamilan < 32 minggu), serangan apnea bisa menetap meskipun cara-cara tersebut di atas telah di lakukan dan infeksi berat telah teratasi, berikan teofilin dosis awal 5 mg/kg per oral di lanjutkan 2mg/kg tiap 8 jam selama 7 hari.
a.    Jika teofilin tak tersedia atau pemberian per oral belum memungkinkan, berikan amniofilin dosis awal 6 mg/kg IV diteruskan 2 mg/kg IV tiap 8 jam selama 7 hari.

2.3  KEJANG, SPASME, ATAU TIDAK SADAR.
Kejang, spasme atau tidak sadar dapat di sebabkan oleh asfiksia neonatorum, hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah pada susunan syaraf. Di antra episode kejang yang terjadi, bayi mungkin tidak sadar, letergi, rewel atau masih normal. Spasme pada tetanus neonatorun hampir mirip dengan kejang, tetapi kedua hal tersebut harus dibedakan karena menejemen keduanya berbeda.
MASALAH
a.    Bayi kejang atau spasme
b.    Bayi tidak sadar

TEMUAN
1.    Kaji ulang temuan dari anamnesis dan pemeriksaan (tabel A-2) dan gunakan tambahan informasi di bawah ini untuk menentukan kemungkina diagnosisnya (tabel A-7).
2.    Bila bayi saat ini tidak kejang lagi, Tanya:
a.    Apa tipe gerakan abnormal yang terjadi, termasuk kejang yang di picu oleh suara bising atau karena prosedur perawatan, dan gunakan tabel A-6 untuk membedakan kejang dan spasme:
b.    Apakah keadaan bayi tiba-tiba memburuk
c.    Apakah ibu telah di beri imunisasi tetanus lengkap
d.   Apakah bayi tampak kuning dan timbulnya dini (kurang dari 2 hari)? Bila ya, apakah terlambat di diagnosis atau di obati?
3.    Bila bayi saat ini masih kejang, gunakan tabel A-6 untuk membedakan antara kejang dengan spasme.
4.    Periksa kadar glukose darah. Bila kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dl, tangani untuk hipoglekimea.


Tabel A-6 Perbedaan Kejang dan Spasme
Masalah
Temuan Khusus
Kejang Umum
1.    Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang.
2.    Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak sinkron
3.    Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar, atau tetap bangun tetapi tidak responsive/apatis)
4.    Apnea (nafas sepontan berhenti lebih 20 detik)
Kejang Subtle
1.    Gerakan mata berkedip, berputar dan juling yang berulang.
2.    Gerakan mulut dan lidah berulang.
3.    Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh sepeda.
4.    Apnea.
5.    Bayi bisa masih tetap sadar.
Spasme
1.    Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai beberapa menit.
2.    Di picu oleh sentuhan, suara maupun cahaya.
3.    Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan.
4.    Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti mulut ikan).
5.    Opistolonus.
6.    Gerakan tangan seperti meninju dan mengepal.

2.3.1  DIAGNOSIS BANDING
Tabel A-7 diagnosis banding kejang, spasme, dan tidak sadar
TEMUAN
Anamnesis
Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang atau diagnosis lain yang sudah diketahui
Kemungkinan diagnosis.
-  Timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3
-  Riwayat ibu diabetes
-       Kejang, tremor, letargi atau tidak sadar
-       Bayi kecil (berat lahir <2500 g atau umur kehmailan <37 minggu ).
-       Bayi sangat besar (berat lahir >4000g)
-     Kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/L)
Hipoglekimea
-        Ibu tidak di imunisasi tetanus toksoid
-       Malas minum sesudah minum normal sebelumnya
-       Tibul pada hari ke 3- 14
-       Lahir di rumah di lingkungan kurang higenis
-       Pengolesan bahan tidak steril pada tali pusat.
Spasme
Infeksi tali pusat
Tetanus neonatorium
-            Tibul pada hari ke 2 atau lebih
-       Kejang atau tidak sadar
-       Ubun-ubun besar membonjol
-       Letargi
Sepsis
Curiga meningitis (tangani meningitis dan obati kejang)
-            riwayat resusitasi pada saat lahir atau bayi tidak bernafas minimal satu menit sesudah lahir
-            timbul pada hari ke 1 sampai ke 4
-            persalinan dengan penyulit (missal partus lama atau gawat janin)
-       kejang atau tidak sadar
-       layuh atau alergi
-       gangguan nafas
-       suhu tidak normal
-       mengantuk atau aktifitas menurun
-       irritable atau rewel

Asfiksia neonatorum dan/atau trauma (obati kejang, dan tangani asfiksia neonatorum)
-            timbul pada hari ke 1 sampai 7
-            kondisi bayi mendadak memburuk
-            mendadak pucat
-       kejang atau tidak sadar
-       bayi kecil (berat lahir <2500 g atau umur kehamilan <37 minggu)
-       gangguan nafas berat
Hasil tes coombs positif
Perdarahan intraventrikuler (nilsi dsn tsngsni Perdarahan dan juga asfiksia neonatorum
-       ikhterus hebat timbul pada hari ke 2
-       ensefalopati timbul pada hari ke 3-7
-       ikhterus hebat yang tidak atau terlambat terobati
-                         kejang
-                         opistotonus

Ensefalopati biliorubin (kernikterus) (obati kejang dan tangani ensefalopati bilirubin)
-       diagnosis pada kolom sebelah kanan tidak dapat di tegakkan apabila temuan yang di cetak tebal tidak di jumpai pada bayi. Adanya temuan yang dicetak tebal, jiga tidak menjamin diagnosik tegak. Diagnosik di tegakan hanya bila di dapat temuan ynag dicetak miring. Temuan yang lain di cetak tegak merupakan penunjang ynag dapat membantu menegakan diagnosis, tetapi bila tidak di jumpai tidak di gunakan untuk menyingkirkan diagnosis.



2.3.2   KEJANG

A.  MANAJEMEN AWAL KEJANG
1)        Pasang jalur infus IV dan beri cairan dengan dosis rumatan.
2)        Bila kadar glukosa darah kurang 45mg/dl, tangani hipoglikemianya sebelum melanjutkan manajemen kejang seperti di bawah ini, untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia sebagai penyebab kejang.
3)        Bila bayi dalam keadaan kejang atau bayi kejang dalam beberapa jam terakhir, beri injeksi fenobarbital 20mg/kg berat badan secara IV, di berikan pelan-pelan dalam waktu 5 menit:
a.    Bila jalur IV belum terpasang, beri injeksi fenobarbital 20mg/kg dosis tunggal secara IM.
b.    Bila kejang tidak berhenti dalam waktu 30 menit, beri ulangan fenobarbital 10mg/kg berat badan secara IV atau IM. Dapat di ulangi sekali lagi 30 menit kemudian bola perlu.
c.    Bila kejang masih berlanjut atau berulang, beri injeksi fenitoin 20 mg/kg, dengan memperhatikan hal-hal:
- Fenitoin hanya boleh di berikan secara Iv.
- Campur dosis fenitoin ke dalam 15 ml garam fisiologis dan di berikan dengan kecepatan 0,5 ml/menit selama 30 menit. Fenitoin hanya boleh di campur dengan larutan garam fisiologis, sebab jenis cairan lain akan mengakibatkan kristalisasi
4)        Lanjutkan pemberian oksigen bila bayi mengalami gangguan nafas (misalnya: sianosis sentral, frekuensi nafas kurang dari 30 kali/menit). Kurangi pemberian oksigen secara bertahap untuk memperbaiki gangguan nafas sampai batas terendah yang tidak menyebabkan sianosis sentral.
B.  PERAWATAN LANJUT KEJANG
1.    Amati bayi untuk melihat kemungkinan kejang berulang, khususnya cari kejang subtle (tabel A-6).
2.    Bila kejang berulang dalam waktu 2 hari, beri fenobarbital 5 mg/kg/hari per oral, sampai bebas kejang selama 7 hari. Bila kejang berulang setelah 2 hari bebas kejang, ulangi pengobatan dengan fenobarbital seperti manajemen awal kejang.
3.     Lanjutkan pemberian cairan IV:
a.    Batasi volume cairan sampai dengan 60 ml/kg per hari pada hari pertama.
b.    Monitor diuresis.
c.    Bila bayi kencing kurang dari 6 kali/hari, atau tidak ada produksi urin sama sekali jangan menambah volume cairan pada hari berikutnya.
d.   Bial jumlah urin mulai meningkat, naikan volume cairan IV.
4.    Berikan perawatan umum untuk bayi:
a.    Hindarkan stimulasi suara dan memegah bayi yang berlebihan.
b.    Pegang dan gerakan bayi dengan pelan untuk menhgindari trauma karena tonus ototnya masih lemah.
c.    Jelaskan pada ibu bahwa fenobarbital dapat menyebabkan bayi mengantuk untuk beberapa hari.
5.    Bila bayi sudah 3 jam tidak kejang, anjurkan bayi untuk menyusu ASI. Bila bayi tidak mau menyusu ASI, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum.
6.    Bila bayi mendapatkan fenobarbital setiap hari:
a.    Lanjutkan fenobarbital sampai 7 hari setelah kejang yang terakhir.
b.    Bila fenobarbital sudah di hentikan, lanjutka amati sampai 3 hari selanjutnya.
7.    Jelaskan pada ibu bahwa bila kejang sudah berhenti dan bayi dapat minum sampai dengan umur 7 hari, kemungkinan bayi akan sembuh sempurna.
8.    Anjurkan ibu untuk memegang dan mengelus bayinya untuk membantu dan mengurangi iritabel.
9.    Bila sudah tidak terjadi kejang minimal 3 hari dan ibu dapat menyusui dan tidak di jumpai masalah yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat di pulangkan.
10.    Rencanakan kunjungan tindak lanjut setiap minggu.
a.       Nilai pemberian minumnya, bantu ibu untuk menemukan cara yang paling baik untuk memberi minum bila bayi tidak dapat menyusu, bila bayi minum pelan sekali, anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering.
b.      Bila kondisi bayi tidak membaik setelah 1 minggu (bayi berlanjut menjadi letargis, tidak mau menyusu atau malas minum, atau masih kejang), kemungkinan bayi menderita kereusakan otak yang berat dan akan merupakan masalah jangka panjang.
2.4      INFEKSI NEONATAL:
2.4.1 DUGAAN SEPSIS
A. Bayi berumur sampai dengan tiga hari
1. Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterine, demam yang dicurigai sebagai infeksi berat atau KPD (ketuban pecah dini), tangani bayi untuk kemungkinan besar sepsis dan tanda spesifik lain (missal kejang).
2. Bila tidak ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterine atau demam yang dicurigai sebagai infeksi berat:
a.    Bila bayi mempunyai 2 tanda atau lebih pada kategori A, atau 3 tanda atau lebih pada kategori B, tangani untuk kemungkinan besar sepsis dan untuk tanda spesifik lain (missal kejang)
b.    Bila bayi mempunyai satu tanda pada kategori A dan satu tanda pada kategori B, atau dua tanda pada kategori B, maka tangani untuk tanda spesifiknya (missal kejang). Amati bayi untuk tanda-tanda sepsis yang lain, nilai ulang bayi setiap 2 jam selama 12 jam.
1)   Bila selama pengamatan terdapat pengamatan tanda sepsis, kapan saja timbulnya, maka tangani untuk kemungkinan besar sepsis.
2)   Bila selama pengamatan tidak terdapat tambahan tanda sepsis, tetapi tanda awalnya tidak membaik, maka lanjutkan pengamatan selama 12 jam lagi.
3)   Bila selama pengamatan, gejala awal membaik, nilai ulang setiap 4 jam selama 24 jam. Bila bayi teteap membaik, minum kuat dan tidak ada lagi masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, maka bayi dapat di pulangkan.


B. Bayi Berumur Lebih Dari Tiga Hari
1.    Bila bayi mempunyai 2 tanda atau lebih pada kategori A atau 3 tanda atau lebih pada kategori B, tangani untuk kemungkinan besar sepsis dan tanda spesifik lain (missal kejang).
2.    Bila bayi mempunyai satu tanda pada kategori A dan satu tanda pada kategori B, atau 2 tanda pada kategori B, tangani tanda spesifikinya (missal kejang). Amati bayi pada tamnda-tanda sepsis yang lain, nilai ulang bayi pada setiap 2 jam selama 12 jam.
a.    Bila selama pengamatan terdapat tambahan tanda sepsis, kapan saja timbulnya, maka tangani untuk kemungkinan besar sepsis.
b.    Bila selama pengamatan tidak terdapat tambahan tanda sepsis, tetapi tanda awalnya tidak membaik, maka lanjutkan selama 12 jam lagi.
c.    Bila selama pengamatan, gejala awal membaik, minum kuat dan tidak ada lagi masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, maka bayi dapat di pulangkan.

2.4.2        MANAJEMEN
A.    ASFIKSIA NEONATORUM
1.    Bila nafas bayi kurang 20 kali/menit atau bayi mengalami megap-meBila nafas gap atau tidak bernafas secara spontan, maka lakukan resusitasi dengan menggunakan balon dan sungkup.
2.    Bila bayi mengalami apnea, lakukan manajemen gangguan nafas.
3.    Ajari ibu untuk mengenali adanya kejang dan tanda kegawatan lainnya. Bila bayi kejang, tangani kejang.
4.    Beri oksigen, bila di perlukan untuk gangguan nafas. Kurangi oksigen secara bertahap sampai batas paling rendah untuk memperbaiki gangguan nafas dan mencegah sianosis sentral.
5.    Ukur suhu aksiler setiap 2 jam, dan tangani bila di temukan suhu tubuh abnormal
6.    Yakinkan bahwa bayi dapat minum dengan baik:
a.       Bila bayi dapat menghisap dengan baik dan tidak sedang mendapat oksigen, anjurkan ibu untuk tetap tetap menyusui ASI.
b.      Bila bayi sedang mendapat Oksigen atau tidak dapat menyususi ASI, beri ASI peras dengansalah satu alternative cara pemberian minum.
c.       Bila bayi tidak bias menerima minum termasuk melalui pipa lambung, maka panjang jalur infus dan beri cairan dengan dosis rumah secara IV.
7.    Bila bayi dapat minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, maka bayi dapat dipulangkan. Lakukan tindak lanjut dalam satu minggunatau kurang dari satu minggu bila ibu menemukan masalah (misalnya kesulitan minum, kejang, atau bertambah rewel).
8.    Sebelum memulangkan bayi ke rumah, lakukan diskusi dengan ibu tentang kemungkinan timbulnya masalah bayi setelah pulang ke rumah(rewel, malas minum) dan bagaimana cara mengenalinya. Juga diskusikan dengan ibu tentang prognosis bayinya. Bayi dengan asfiksia neonatorum dapat menderita beberapa dampak. Kadang-kadang dampak ini berupa gangguan nafas minimal sampai sedang, tetapi kadang-kadang sampai terjadi kerusakan pada otak.
a.    Kerusakan otak ringan menyebabkan bayi menjadi sulut tidur (hiperalet) atau tremor/gemetar yang dapat emenetap selama 24 sampai 48 jam dan kemudian akan terjadi secara spontan
b.    Kerusakan otak sedang dapat mengakibatkan letargi, tonus otot menurun dan bayi sering mengalami kejang. Masalah ini dapat berlangsung selama satu minggu dan biasanya juga akan menghilang secara spontan
c.    Kerusakan otak berat sering mengakibatkan penurunan kesadaran atau bayi tidak sadar, disertai  dengan opistotonus, penurunan frekuensi nafas atau apnea. Bayi ini sering menderita kerusakan otak menetap.

B.     KEMUNGKINAN BESAR SEPSIS
1.    pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan.
2.    Jangan memberi minum bayi selama 12 jam pertama
3.    Ambil sample darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas bila memungkinkan dan periksa juga hemoglobin.
4.    Bila bayi kejang opistotonus, atau ubun-ubun besar menonjol.
a.    lakukan fungsi lumbal segera sesudah pengambilan darah.
b.    Kirimkan sample cairan serebrospinal ke laboratorium untuk menghitung jumlah sel, pengecatan gram serta kultur dan sensitifitas.
c.    Mulai manajemen untuk meningitis
5.    Bila kadar hemoglobin kurang 10 gram/dl (hematrokrit kurang 30% beri transfuse darah)
6.    Bila bayi tidak menderita meningitis beri amplisilin, dan gentamisin sesuai dengan pedoman yang ada. Tunggu hasil kultur darah dan sensitifitas dan  nilai kondisi bayi 4 kali sehari untuk melihat perkembanhgannya.
a.    Bila keadaan bayi membaik sesudah pengobatan selama 3 hari:
1)   bila kultur darah negative, hentikan pemberian ampisilin dan gentasimin.
2)   bila kultur darah tidak dapat di lakukan ap]tau kultur darah positif lanjutkan ampisilin dan gentasimin selama 10 hari.
b.    Bila keadaan bayi tidak membaik setelah pengobatan selama 3 hari:
1)   Bila kultur darah positif, ganti antibiotika sesuai dengan hasil kultur dan sensitifitas, dan berikan sampai dengan 7 hari terhitung sejak pertama kali di jumpai perbaikan.
2)   Bila kultur darah tidak dapat dilakukan atau bila organisme tidak dapat diidentifikasi, hentikan ampisilin dan berikan sefotaksim dan gentamisin sampai dengan 7 hari terhitung sejak peertama kali di jumpai perbaikan.
7.    Anjurkan bayi untuk menyusu ASI setelah 12 jam pengobatan dengan antibiotika atau bila bayi mulai menunjukan perbaikan. Bila bayi tidak dapat menyusu ASI, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative pemberian minum.
8.    Setelah selesai pengobatan antibiotika, amati bayi selama 24 jam berikutnya:
a.       Bila bayi teteap baik selama pengamatan 24 jam dan minum dengan baik serta tidak di jumpai masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat di pulangkan.
b.      Bila di jumpai lagi tanda infeksi, maka ulangi lagi manajemen infeksi.
9.    Ambil sample darah, dan periksa kadar hemoglobin 2 kali setiap minggu selama masa perawatan di rumah sakit dan sekali lagi sebelum pulang. Bila kapan saja di jumpai kadar hemoglobin kurang 10 g/dl (hematatokrit kurang 30%) beri transfuse darah.

2.4.3 TETANUS
1.      Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan.
2.      Berikan diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV setiap 3 jam (dengan dosis 0,5 mL/kg per kali pemberian), maksimum 40 mg/kg/hari.
a.    Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan diazepam melalui pipa atau melalui rectum.
b.    Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam.
c.    Bila frekuensi nafas kurang 30x/menit, obat di hentikan, meskipun bayi masih mengalami spasme.
3.      Bila bayi mengalami henti nafas selama spasme atau sianosis sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang.
4.      Berikan bayi:
a.    Kuman tetanus immunoglobin 500 U IM atau tetanus antitoksin 5000 U IM.
b.    Tetanus toksoid 0,5 mL IM pada tempat yang berbeda dengan pemberian antitoksin.
c.    Bensilpenisilin G 100 000 U/kg IV dosis tunggal selama 10 hari.
5.      Bila terjadi kemerahan dan pembengkakan pada kulit sekitar pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari permukaan tali pusat, atau bau  busuk dari area tali pusat, berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.
6.      Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk melindungi ibu dan bayi yang dikandung berikutnya) dan minta dating kembali satu bulan kemudian untuk pemberian dosis kedua.

A.    PERAWATAN LANJUT BAYI TETANUS
1.    Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap untuk mengurangi rangsangan yang tidak perlu, tetapi harus yakin bahwa bayi tidak telantar.
2.    Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis rumatan.
3.    Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI peras di antara periode spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan dinaikkan secara perlahan jumlah ASi yang diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan dalam dua hari.
4.    Nilai kemampuan minum dua kali sehari dan anjurkan untuk menyusu ASI secepatnya begitu terlihat bayi siap untuk mengisap.
5.    Jelaskan kepada ibu bahwa angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau lebih), tetapi kalau bayi bisa bertahan hidup tidak akan mempunyai dampak penyakit di masa datang.
6.    Bila sudah tidak terjadi spasme selama dua hari, bayi minum baik dan tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan di rumah sakit, maka bayi dapat di pulangkan.



2.4.4 BLENORE
Konjungtivitis Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir.Penyebab oftalmia neonatorum adalah gonococ, chlamydia, dan staphylococ.Konjungtivitis purulen pada bayi sebaiknya dibedakan dengan oftalmia neonatorum lainnya seperti chlamydia konjungtivitis (inklusion blenore), infeksi bakteri lain, virus dan jamur. Saat terlihat penyakit, gambaran klinik serta hasil pemeriksaan hapus akan membantu untuk menentukan kausa.Blenore mengenai bayi yang ditularkan ibunya merupakan penyebab utamaoftalmia neonatorum. Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasiantara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemotik. Gejala khusus infeksi gonococ terlihat sebagai kelopak lengket. Masa inkubasi bervariasi antara 3-6 hari, gonore 1-3 hari dan chlamydia 5-12 hari.Diagnosis pasti blenore adalah dengan pulasan Giemsa. Pada pewarnaan Giemsaakan terlihat sel leukosit poli,orfonuklear dengan diplococ Gram negatif intraseluler. Bila penyebabnya chlamydia maka ini disebabkan oleh chlamydia oculogenital trachmatis. Diagnosis dibuat dengan pulasan epitel dimana terdapat pigmen basofil didalam sitoplasma dengan reaksi neutrofil, sel plasma dan selmononuklear.Pengobatan konjungtivitis blenore adalah dengan memberikan penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada jam 6 pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dansuntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari.Sebelum pemberian penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret karena bilatidak maka pemberian obat tidak akan efektif.


BAB III
TINJAUAN KASUS

DOKUMENTASI HASIL ASUHAN PADA BAYI Ny “A” DENGAN IKTERUS NEONATORUM  DI RSUD TANGERANG
TANGGAL 07 MARET 2015

No Registrasi                 : 0000766545
Tanggal pengkajian        : 07 maret 2015
Tanggal partus               : 07 maret 2015
I.                   Pengumpulan Data (Subjektif)
A.    Identitas
Nama Bayi                  : By Ny A
Umur Bayi                  : 3 jam
Tanggal/jam lahir         : 07 maret 2015, jam 06.15 wib
Jenis Kelamin              : Laki-laki

Nama Ibu                    : Ny. A                                    Nama Suami    : Tn. B
Umur                           : 26 tahun                    Umur   :27tahun
Suku Kebangsaan       : Sunda                        Kebangsaan     : Sunda
Agama                         : Islam                         Agama             :Islam
Pendidikan                  : SMP                          Pendidikan      :SMP
Pekerjaan                     : IRT                            Pekerjaan  :Karyawan
Alamat            Rumah            : Kosambi                AlamatRumah:Kosambi
Telp                             : 0812304xxx              Telp     :0812304xxxx
Alamat Kantor                        :  -                                Alamat Kantor                        : -
Telp                             :  -                                Telp                             : -

Pada Tanggal :  07 maret 2015  waktu : 09:15 wib

Ibu mengatakan bayinya lahir sejak 3 jam yang lalu lahir secara sectiosesarea oleh dokter SPOG di RSUD Tangerang, ibu mengatakan melakukan pemeriksaan selama kehamilan antoprmetri trimester 1 kali dengan keluhan tidak nafsu makan, mual muntah, trimester 2 sebanyak 1 kali di bidan tidak ada keluhan, pada trimester 3 sebanyak 2 kali dibidan dengan keluhan yang sama selama kehamilan ibu tidak pernah mengalami perdarahan,pre-eklamsia,eklamsi, penyakit kelamin, ibu makan sehari 2-3 kali porsi sedikit dengan komposisi nasi,lauk pauk, dan sayur ibu tidak merokok, tidak merokok,mengkonsumsi alcohol,tidak mengkonsumsi obat-obatan, termasuk obat-obatan dari bidan jarang diminum. bayi lahir secara sectiosecar oleh dokter SPOG dengan usia kehamilan 38 minggu 3 hari Bayi Lahir dengan tonus otot kurang aktif warna kulit kekuningan dan menangis lemah.

II.                Objektif
Keadaan umum lemah ,kesadaran samnolen, ttv didapatkan hasil Heart Rate : 125 x/m, RR: 48X/M, dan suhu 370c. pada pemeriksaan antropomtri didapatkan hasil BB: 3000 gram PB : 49 cm. pada pemeriksaan head totoe, pada kepala uuk datar,tidak ada molase ,muka tampak simetris tampak kuning, tidak odema, mata tampak simetris ,konjungtiva pucat sclera tampak kuning, tidak juling, reflek cahaya (+), ada septum, tidak ada polip tidak ada mulut tampak pucat bibir kering, leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dada  simetris tidak ada pembesaran, puting menonjol, tidak ada retraksi dada. abdomen membuncit, terlihat pembesaran hati dan kulit perut kuning,  tidak ada infeksi pada genitalia, testis sudah masuk kedalam skrotum terdapat 1 lubang pada penis, bayi belum mengeluarkan meconium, kaki dan tungkai pergerakanya tidak aktif tidak ada praktur jumlah jari lengkap kanan dan kiri punggung tidak ada odem daerah sacral, tidak dilakukan pemeriksaan reflex, warna kulit keseluruhan kekuningan, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, bayi belum BAK dan BAB.

III.             Assessment
Bayi Ny. Usia 3 Jam Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan dengan Ikterus Neonatorum

IV.             Planning Of Action
-          Memberitahu hasil pemeriksaan agar ibu mengetahui hasil pemeriksaan Ku Bayi : lemah , HR : 125 x/m RR: 48 x/m  S: 370CN, warna kulit bayi Kekuningan ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan
-          Menghangatkan bayi diruang inkubator agar bayi tidak hipotermi bayi sudah diinkubator
-          Memberi dukungan kepada ibu dan keluarga agar ibu tidak putus asa dengan keadaan bayinya ibu dan keluarga sudah menerima keadaan bayinya
-           Mengobservasi ketat bayi setiap saat agar bayi terpantau keadaanya
-          Melakukan dokumentasi.       




BAB IV
PEMBAHASAN

Banyak bayi yang mengalami icterus dalam satu minggu pertama kehidupannya, terutama pada bayi kecil (berat lahir<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu). Meskipun demikian, sebagian besar icterus tidak membahayakan.
Pada kasus ini bayi Ny A dengan hasil pemeriksaan dengan keadaan umum lemah, kesadaran samnolen, ttv didapatkan hasil Heart Rate : 125 x/m, RR: 48X/M, dan suhu 370c. pada pemeriksaan antropomtri didapatkan hasil BB: 3000 gram PB : 49 cm. dan terdapat abdomen membuncit, terlihat pembesaran hati dan kulit perut kuning.
Cara penanganan ikterus pada bayi baru lahir yaitu dapat menghangatkan tubuhbayi diruang inkubator agar bayi tidak hipotermi bayi sudah diinkubator, memberi dukungan kepada ibu dan keluarga agar ibu tidak putus asa dengan keadaan bayinya ibu dan keluarga sudah menerima keadaan bayinya, mengobservasi ketat bayi setiap saat agar bayi terpantau keadaanya









BAB V
PENUTUP
 KESIMPULAN
Komplikasi dan penyakit pada neonatus terjadi beberapa masalah yang sudah dijelaskan didalam materi yaitu tentang ikterus dan banyak bayi yang mengalami ikterus dalam satu minggu pertama kehidupannya, terutama pada bayi kecil (berat lahir<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu). Meskipun demikian, sebagian besar ikterus tidak membahayakan. Ikterus terdari ikterus hemolitik, ikterus prematuritas, ikterus berkepanjangan. Pada bayi yang mengalami masalah gangguan nafas seperti tidak bernafas sama sekali, megap-megap dan benafas kurang dari 20kali/menit harus segera dilakukan resusitasi gangguan nafas ini di bagi menjadi tiga yaitu gangguan nafas berat, gangguan nafas sedang dan gangguan nafas ringan. Pada bayi yang kejang  bisa terjadi tidak sadar dapat di sebabkan oleh asfiksia neonatorum, hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah pada susunan syaraf. Sedangkan infeksi neonatal terdiri dari sepsis, tetanus, dan blenore.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar